Kamis, 18 November 2010

Rambu Solo

Rambu Solo adalah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga dari almarhum membuat sebuah upacara sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah meninggal
dunia.

Tingkatan Dalam Upacara Rambu Solo
Upacara Adat Rambu Solo' terbagi dalam beberapa tingkatan dan mengacu pada strata sosial dalam masyarakat Toraja, yaitu:
· Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam 1 malam saja.
· Dipatallung Bongi: Up
acara pemakaman yang berlangsung selama 3 malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
· Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama 5 malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
· Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama 7 malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.

Upacara tertinggi Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan 2 kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya 1 tahun. Upacara yang pertama disebut Aluk Pia, biasanya pelaksanaan Aluk Pia bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka. Upacara yang kedua yaitu upacara Rante, biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena dalam upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma’tundan, Ma’balun (membungkus jenazah), Ma’roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma’Parokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang adalah terakhir Ma’Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).

Berbagai kegiatan budaya yang menarik dipertontonkan pula dalam upacara ini, antara lain :
· Ma’pasilaga tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun [balukku', sokko] yang berkulit belang (tedang bonga); Sisemba’ atau Adu kaki.

· Tari-tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo’ antara lain : Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’Katia, Pa’papanggan, Passailo dan Pa’pasilaga Tedong; Sementara itu untuk seni musik antara lain : Pa’pompang, Pa’dali-dali dan Unnosong.

· Ma’tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas leher kerbau dengan parang, dilakukan dengan sekali tebas). Kerbau yang akan disembelih, biasanya akan ditambatkan pada sebuah batu yang disebut Simbuang Batu.

Jenis kerbau yang terkenal dari Toraja adalah Tedong Bonga. Tedong bonga harganya sangat tinggi, hingga ratusan juta rupiah. Kerbau Tedong Bonga tergolong dalam kelompok kerbau lumpur atau Bubalus bubalis, merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Toraja saja. Kesulitan dalam pembiakan dan ditambah lagi dengan kecenderungan untuk menyembelih sebanyak-banyaknya pada upacara adat, membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya. Menjelang usainya Upacara Rambu Solo’, keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo’.

Ngaben

Ngaben adalah upacara pembakaran mayat atau kremasi umat Hindu di Bali, Indonesia. Acara Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan guna mengirim jenasah kepada kehidupan mendatang. Jenasah diletakkan selayaknya sedang tidur, dan keluarga yang ditinggalkan akan senantiasa beranggapan demikian (tertidur). Tidak ada airmata, karena jenasah secara sementara waktu tidak ada dan akan menjalani reinkarnasa atau menemukan pengistirahatan terakhir di Moksha (bebas dari roda kematian dan reinkarnasi).

Hari yang sesuai untuk acara ini selalu didiskusikan dengan orang yang paham. Pada hari ini, tubuh jenasah diletakkan didalam peti-mati. Peti-mati ini diletakkan di dalam sarcophagus yang menyerupai Lembu atau dalam Wadah berbentuk vihara yang terbuat dari kayu dan kertas. Bentuk lembu atau vihara dibawa ke tempat kremasi melalui suatu prosesi. Prosesi ini tidak berjalan pada satu jalan lurus. Hal ini guna mengacaukan roh jahat dan menjauhkannya dari jenasah.

Puncak acara Ngaben adalah pembakaran keluruhan struktur (Lembu atau vihara yang terbuat dari kayu dan kertas), berserta dengan jenasah. Api dibutuhkan untuk membebaskan roh dari tubuh dan memudahkan reinkarnasi.

Ngaben tidak senantiasa dilakukan dengan segaera. Untuk anggota kasta yang tinggi, sangatlah wajar untuk melakukan ritual ini dalam waktu 3 hari. Tetapi untuk anggota kasta yang rendah, jenasah terlebih dahulu dikuburkan dan kemudian, biasanya dalam acara kelompok untuk suatu kampung, dikremasikan.

Aktivitas Gunung Merapi Meningkat

Aktivitas Gunung Merapi terpantau menunjukkan pergerakan yang cenderung meningkat pada malam hari ini. Salah satu indikatornya adalah bertambahnya jumlah gempa vulkanik di gunung tersebut.

Berdasarkan data seismograf Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Kamis (18/11/2010) pukul 00.00-18.00 WIB terjadi gempa vulkanik sebanyak 45 kali.

Jumlah dalam rentang waktu 18 jam tersebut di atas terbilang cukup besar karena pada dua hari sebelumnya hanya terjadi gempa vulkanik sebanyak 31 kali dan 22 kali, masing-masing dalam rentang 24 jam.

Sedangkan tremor masih terus terjadi secara beruntun. Guguran terjadi lima kali dan gempa tektonik terjadi satu kali.

Peningkatan aktivitas Merapi juga tampak dari munculnya awan panas pada pukul 03.34 WIB dinihari tadi. Meski besaran awan panas cukup kecil, namun itu merupakan awan panas pertama setelah Merapi tidak mengeluarkannya selama tiga hari terakhir.

Untuk pantauan secara visual, seperti hari kemarin, Merapi masih tertutup kabut sampai malam ini. Hal ini membuat para petugas pengamatan di sejumlah pos tidak bisa melakukan pemantauan.

"Yang terdengar hanya sedikit gluduk-gluduk (suara gemuruh). Visualisasi tidak tampak," ujar petugas pengamatan di pos Balerante, Klaten, via handytalky di frekuensi 149.070.

Kabut juga membuat pengamatan melalui CCTV BPPTK tidak dapat dilakukan. Di CCTV yang ada di Kaliurang, Sleman sama sekali tidak bisa mendapatkan gambaran tentang kondisi puncak Merapi. Sedangkan CCTV yang ada di Deles, Klaten hanya secara samar mendapatkan visualisasi.

Korban Tsunami Mentawai 461 Tewas, 43 Hilang

Jumlah korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, hingga Jumat, 12 November 2010, mencapai 461 orang. Sementara orang hilang 43 orang.

Berdasarkan data yang dilansir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar hingga kemarin malam, korban meninggal terbanyak berada di Kecamatan Pagai Utara yakni 251 orang. Dusun Munte dan Sabeugungung di Desa Betumonga, Pagai Utara, menjadi lokasi terparah dengan jumlah korban meninggal masing-masing, 115 dan 123 jiwa.

Sedangkan di Pagai Selatan, jumlah korban meninggal mencapai 178 orang. Daerah terparah akibat terjangan tsunami yakni di Dusun Purourogat, Desa Malakopak, di mana jumlah meninggal mencapai 75 orang.

Di Kecamatan Sipora Selatan, Dusun Gobik, Desa Bosua, tercatat sebanyak 10 orang dinyatakan meninggal. Jumlah korban di selatan Pulau Sipora ini mencapai 23 orang.

Sedangkan di kecamatan induk Sikakap, jumlah korban tercatat sebanyak 9 orang. Saat ini, BPBD Sumbar mencatat jumlah korban yang masih hilang sebanyak 43 orang, korban yang masih dirawat 24 orang. Tercatat sebanyak tujuh ribuan warga masih mengungsi hingga saat ini di sejumlah titik di Pagai, Sikakap, dan Sipora Selatan.

Gempa 7,2 Skala Richter yang menyebabkan sunami 25 Oktober 2010 itu juga mengakibatkan 545 rumah warga rusak berat, 204 rusak ringan, 8 rumah ibadah rusak berat. Terjangan tsunami juga merubuhkan 7 unit jembatan, 7 unit sekolah, 7 rumah dinas, dan memporak-porandakan 2 resor wisata.

Gunung Kelud