“Yuk moci.” Itulah ajakan yang sering dilontarkan teman atau saudara ketika seseorang bermalam di Kota Tegal. Meminum teh dalam poci di Kota Tegal dan sekitarnya sudah tidak lagi hanya bisa dipahami sebagai sebuah cara untuk melenyapkan haus. Moci sudah menjadi bagian gaya hidup dan budaya masyarakat setempat.
Ketika moci, kita bisa memperbincangkan banyak hal. Mulai keluhan anak yang susah makan hingga masalah kunjungan Presiden Barack Hussein Obana ke Indonesia. Tidak ada jarak antara yang mentraktir dengan yang ditraktir. Semuanya setara. Egalitarianisme begitu terasa ketika sekelompok orang moci bersama.
Sangat mudah untuk menghidangkan the poci. Penjual cukup menyediakan peranti minum the terbuat dari gerabah berukuran kecil, yang terdiri atas satu teko dan empat cangkir kecil. Kemudian masukkan gula batu ke masing-masing cangkir. Satu pak kecil teh dimasukkan ke dalam teko yang sudah dituang air panas mendidih.
Sambil menunggu teh berubah warna menjadi merah kecoklatan, pembeli bisa menyantap camilan yang disediakan penjual. Setelah itu, tuangkan teh panas dari teko ke dalam cangkir. Heem, benar-benar “naswagitel” alias panas, wangi, legi (manis), dan kenthel (kental).
Tertarik mengajak kerabat atau teman moci bersama? Sangat mudah untuk mendapatkan lokasi moci untuk dijadikan tempat kongkow dan ngobrol “ngalor-ngidul”.
“Jok, Pak,” kata seseorang setelah teko berisi teh ludes diminum bersama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Berbalut surjan dan jarik, empat bupati dan wali kota Yogyakarta berjalan jongkok. Dengan cara laku ndodok itu, mereka mendekati singgasana...
-
Rambu Solo adalah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga dari almarhum membuat sebuah upacara sebagai tanda penghormatan ter...
-
Gunung Kelud Gunung Kelud dengan danau kawah (1980) Ketinggian 1.731 m (5,679 kaki) Gunung Kelud (sering disalahtuliskan menjadi K...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar